Rabu, 04 Januari 2012

Kacang-kacngan Kaya Akan Lisin


Tak Perlis Khawatir dengan Zat Antigizi pada Kacang-kacangan

Kacang-kacangan (leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan dapat diolah menjadi berbagai produk pangan, seperti tepung, makanan kaleng, susu, konsentrat protein, digoreng untuk kudapan, dan lain-lain. Dalam bentuk biji atau polong muda, kacang-kacangan dapat digunakan sebagai bahan sayuran segar, dikeringkan atau dibekukan. Di antara kelompok kacang-kacangan, kedelailah yang paling populer. Kedelai sejak lama telah dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain.
Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang baik, dengan kandungan protein berkisar antara 20-35%. Selain itu, kacang-kacangan juga merupakan sumber lemak, vitamin, mineral dan serat pangan (dietary fiber). Protein kacang-kacangan umumnya kaya akan lisin, leusin dan isoleusin, tetapi terbatas dalam hal kandungan asam amino sulfur, yaitu metionin dan sistein. Kadar serat dalam kacang-kacangan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk mencegah berbagai penyakit akibat rendahnya serat di dalam makanan-makanan ala Barat.
Di samping mengandung senyawa-senyawa yang berguna, ternyata kacang-kacangan juga mengandung senyawa antigizi. Beberapa senyawa antigizi terpenting yang terdapat dalam kacang-kacangan adalah antitripsin, hemaglutinin atau lektin, oligosakarida, dan asam fitat.
Antitripsin
Antitripsin adalah senyawa protein yang bersifat sebagai antinutrisi, yaitu mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas enzim tripsin di dalam saluran pencernaan. Antitripsin terdapat pada berbagai macam kacang-kacangan, tetapi yang paling banyak dipelajari hingga saat ini adalah antitripsin yang terdapat pada kacang kedelai.
Mekanisme penghambatan aktivitas enzim tripsin oleh antitripsin terjadi karena terbentuknya ikatan kompleks antara kedua zat tersebut (interaksi protein-protein). Adanya antitripsin menyebabkan terjadinya penghambatan proses pertumbuhan dan menyebabkan terjadinya hipertrofi (pembesaran) pankreas hewan percobaan yang diberi ransum kedelai mentah.
Jumlah enzim tripsin yang dihasilkan oleh pankreas tergantung pada jumlah enzim tripsin bebas dalam usus. Bila konsentrasi tripsin dalam usus menurun sampai batas tertentu maka pankreas akan memproduksi lebih banyak enzim. Sebaliknya, bila konsentrasi enzim tripsin di dalam usus normal kembali maka sekresi enzim tripsin akan dihambat. Mekanisme tersebut diatur oleh hormon kholesistokinin yang dihasilkan oleh mukosa usus. Adanya antitripsin dalam makanan menyebabkan penurunan jumlah tripsin bebas dalam usus. Keadaan ini menyebabkan pankreas memproduksi enzim tripsin lebih banyak dan karenanya pankreas bekerja hiperaktif sehingga terjadi pembesaran (hipertrofi).
Sebagian besar antitripsin dari tanaman dapat dirusak oleh panas sehingga secara umum nilai gizi kacang-kacangan akan meningkat jika dilakukan pemasakan. Kerusakan antitripsin oleh panas tergantung pada suhu, lama pemanasan, ukuran partikel, dan kadar air bahan yang dipanaskan. Proses pengukusan sangat efektif untuk menurunkan kadar antitripsin kacang-kacangan.
Hemaglutining
Hemaglutinin atau disebut juga Iektin adalah senyawa yang dapat menggumpalkan sel darah merah. Telah dibuktikan, hemaglutinin yang diisolasi dari kacang-kacangan bersifat toksik bila diinjeksikan pada hewan percobaan. Sensitivitas sel darah merah terhadap aglutinasi (penggumpalan) oleh hemaglutinin berbeda-beda untuk setiap hewan percobaan. Telah pula dibuktikan hemaglutinin kacang-kacangan dapat menghambat pertumbuhan hewan percobaan, menurunkan nilai
kecernaan protein, menghambat aktivitas enzim tertentu, dan mengakibatkan perubahan mikroflora pada usus. Namun, toksisitas hemaglutinin mudah dihancurkan melalui proses pemanasan pada suhu 100° C. Perendaman kacang-kacangan sebelum pemanasan juga mengurangi waktu pemanasan.
Asam Fitat
Asam fitat adalah senyawa pada kotiledon kacang-kacangan. Asam fitat mengandung sekitar 70% fosfor. Oleh karena itu, secara alami asam fitat merupakan sumber fosfor. Oleh karena senyawa tersebut sulit dicerna maka fosfor dari asam fitat tidak dapat digunakan oleh tubuh manusia. Kadar fitat dalam kacang-kacangan bervariasi, tergantung jenisnya, misalnya 0,54-1,58% pada kacang merah; 0,43% (kacang tolo); dan 1,4% (kedelai).
Asam fitat dapat mengikat unsur-unsur mineral, terutama kalsium, seng, besi, dan magnesium, serta mengurangi ketersediaannya bagi tubuh karena menjadi sangat sulit untuk dicerna. Asam fitat juga dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks sehingga dapat menghambat pencernaan protein oleh enzim proteolitik akibat terjadinya perubahan konformasi protein. Kompleks protein-fitat berkemampuan mengikat mineral yang lebih besar dibandingkan asam fitat bebas. Kandungan asam fitat yang tinggi (1% atau lebih) dalam makanan dapat menyebabkan defisiensi mineral, misalnya defisiensi seng (Zn) pada anak ayam, defisiensi magnesium (Mg) pada manusia, serta kekurangan kalsium (Ca) pada manusia dan hewan. Menurut beberapa peneliti, masalah gizi yang paling penting sehubungan dengan fitat adalah kemampuannya untuk menurunkan ketersediaan elemen seng.
Kemampuan asam fitat dalam mengikat ion-ion logam akan hilang bila gugus fosfatnya dihidrolisis. Asam fitat dapat dihidrolisis oleh enzim fitase menjadi inositol dan asam fosfat. Hal tersebut akan meningkatkan ketersediaan fosfor bagi tubuh dan menghilangkan kemampuan fitat untuk berikatan dengan mineral. Secara alami, enzim fitase terdapat pada jaringan tanaman dan hewan, sebagian besar kapang, dan beberapa bakteri. Karena manusia tidak mempunyai kemampuan memproduksi enzim fitase, konsumsi kacang-kacangan yang mengandung fitat tinggi harus dihindari.
Secara alami, aktivitas enzim fitase akan meningkat dengan cepat pada saat kacang-kacangan mengalami germinasi (perkecambahan). Pada kacang merah, germinasi selama 1-2 hari telah dapat menurunkan kadar asam fitat sampai ke tingkat yang tidak berbahaya bagi kesehatan.
Aktivitas enzim fitase juga akan meningkat selama proses fermentasi kacang-kacangan, misalnya dalam pembuatan tempe, oncom, kecap, dan tauco. Dalam pembuatan tempe, kapang Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae yang dihasilkan selama proses fermentasi akan memproduksi enzim fitase. Oleh karena itu, kecambah kacang-kacangan dan produk olahannya yang dibuat melalui proses fermentasi, aman dari gangguan asam fitat. Suatu penelition menunjukkan bahwa proses pembuatan oncom dari kacang merah dengan menggunakan kapang Neuspora sitophila yang difermentasi selama 72 jam mampu menurunkan kadar fitat dari 1,36% menjadi 0,70% pada oncom merah dan menjadi 0,05% pada oncom hitam. Selain dapat menurunkan kadar fitat, proses fermentasi juga dapat meningkatkan ketersediaan unsur besi bagi tubuh. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya anemia zat gizi besi, yang sampai saat ini masih merupakan masalah gizi di Indonesia.
Selain melalui proses perkecambahan dan fermentasi, kandungan asam fitat juga dapat dikurangi dengan cara pemanasan dan penggorengan terendam dengan minyak bersuhu tinggi. Karena asam fitat bersifat larut di dalam air, perendaman kacang-kacangan di dalam air dapat mengurangi kadar zat tersebut. Perendaman akan menjadi lebih efektif apabila dikombinasikan dengan suhu tinggi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa asam fitat pada kacang jogo putih dapat dihilangkan sampai 90% bila dilakukan perendaman dalam air yang bersuhu 60° C selama 10 jam.
Oligosakarida
Konsumsi oligosakarida yang berlebih dapat menyebabkan timbulnya gejala flatulensi, yaitu suatu keadaan menumpuknya gas-gas dalam lambung. Secara alami, oligosakarida banyak terdapat dalam biji-bijian (serealia) dan kacang-kacangan.
Oligosakarida terdiri dari verbaskosa, stakiosa, dan rafinosa.
Oligosakarida dari famili rafinosa, tidak dapat dicerna karena mukosa usus mamalia tidak mempunyai enzim pencernanya, yaitu oleh oligosakarida alfa-galaktosidase, sehingga oligo sakarida tersebut tidak dapat diserap oleh tubuh. Bakteri-bakteri yang
terdapat dalam saluran pencernaan (terutama pada bagian usus halus) akan memfermentasi rafinosa menghasilkan berbagai macam gas, seperti karbondioksida, hidrogen, dan sejumlah kecil metan. Gas-gas tersebutlah yang menyebabkan flatulensi.
Meskipun tidak toksik, flatulensi dapat berakibat serius. Peningkatan tekanan gas dalam rektum dapat menyebabkan tanda-tanda patologis, seperti sakit kepala, pusing, penurunan daya konsentrasi, sedikit perubahan mental, dan sedikit odema. Flatulensi juga dapat berakibat pada timbulnya dipepsi dan konstipasi usus serta diare.
Tindakan seperti perendaman kacang-kacangan dalam air, proses perkecambahan, atau fermentasi menjadi berbagai produk olahan, dapat mencegah timbulnya flatulensi yang disebabkan oleh oligosakarida. Cara lain yang dapat digunakan untuk mengurangi kadar oligosakarida adalah dengan perlakuan enzim alfa-galaktosidase yang saat ini telah berhasil diisolasi dari mikroba.
Kita Tidak Perlu Khawatir
Walaupun sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kacang-kacangan mentah dapat berakibat negatif pada hewan percobaan, hal yang sama belum tentu berlaku pada manusia. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa tripsin manusia hanya sedikit yang
dihambat aktivitasnya oleh antitripsin kedelai dibandingkan dengan enzim tripsin dari tikus, monyet, sapi, babi, dan musang.
Kepekaan hewan terhadap terjadinya hipertrofi pankreas akibat konsumsi kacang-kacangan mentah ternyata berhubungan dengan perbandingan berat pankreas dan berat tubuhnya. Pada spesies hewan di mana berat pankreasnya lebih dari 0,3% berat tubuhnya, antitripsin akan menyebabkan hipertrofi, sedangkan bila berat pankreas kurang dari 0,3% berat tubuhnya maka hipertrofi tidak terjadi. Dalam hal ini, manusia termasuk dalam golongan yang kedua.
Sepanjang perlakuan pemanasan dilakukan dengan baik dan benar, sesungguhnya tidak ada yang harus dikhawatirkan dalam mengonsumsi kacang-kacangan. Kita tidak perlu khawatir terhadap zat antigizi yang terdapat pada produk-produk makanan yang terbuat dari kacang-kacangan. Kandungan antigizi pada makanan yang berasal dari kacang-kacangan tidak berbahaya bagi manusia karena proses pengolahan (perendaman, perebusan, pengukusan, fermentasi, dan lain-lain) dapat mengakibatkan rusaknya zat antigizi tersebut.
Anda yang mempunyai hobi makan lalap (antara lain terdiri dari kacang-kacangan mentah) dapat terus mempertahankan hobi tersebut. Anda tidak perlu khawatir karena konsumsi zat antigizi yang berasal dari lalap tersebut tidak begitu besar untuk sampai menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan Anda. Namun demikian, ada baiknya apabila Anda memanaskan terlebih dahulu kacang-kacangan sebelum digunakan
sebagai lalap. Proses pemanasan tersebut tidak hanya berguna untuk mengurangi aktivitas zat antigizi yang ada pada kacang-kacangan, tetapi juga untuk memperbaiki citarasa, warna, tekstur, dan penampilannya secara keseluruhan. Proses pemanasan juga berguna untuk membunuh mikroba yang mungkin terdapat pada bahan mentah dan juga untuk merusak pestisida yang kemungkinan ada pada bahan akibat praktek bercocok tanam yang tidak tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar